Bahasa Daerah Untuk Memperkaya Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu

Lewat tulisannya di rubrik ini lima minggu lalu, ”Bahasa Pemersatu”, Akhmad Baihagie menyarankan agar dalam menetapkan lema baku serapan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, para pakar bahasa di Pusat Bahasa menggunakan bahasa daerah sebagai sumber mencari padanan. Melakukan hal itu merupakan usaha mengakui, menghargai, serta mempertahankan keberadaan bahasa daerah. Jika itu terjadi, menurut Baihagie, kelak kita akan bangga bahwa sekian persen lema di KBBI serapan dari bahasa Nusantara, seperti Ambon, Bali, Banjar, Batak, Bugis, dan Jawa. Dengan begitu, bahasa Indonesia niscaya kukuh sebagai pemersatu.

Saran tersebut patut disambut baik bukan hanya oleh para pakar bahasa yang duduk di Pusat Bahasa, melainkan oleh siapa saja yang mencintai bahasa dan bangsa Indonesia. Saya di sini hanya ingin urun rembuk sedikit terkait dengan bahasa Jawa, yang bagi saya merupakan bahasa ibu.

Salah satu keuntungan yang akan didapat dari penggunaan bahasa Jawa sebagai bahan rujukan lema baru bahasa Indonesia adalah bahwa bahasa Jawa banyak memiliki kata yang terdiri dari satu suku kata. Sebagai contoh adalah kata-kata seperti: lar (bulu sayap), ler (utara, diratakan, dibuka), lir (seperti, maksud kata, keadaan sebetulnya), lor (utara), luh (air mata), rah (darah), rat (jagat), ri (duri), rob (air pasang), rog (mengoncang-goncang), ron (daun), rong (dua, liang), ros (sekat-sekat pada tebu, bambu dan sebagainya; inti perkara), wis atau wus (sudah), wit (pohon),wong (orang), woh (buah), yen (jika). Kekayaan jenis ini ladang subur peralatan sastra.

Kekuatan lain bahasa Jawa adalah kekayaan dalam mencandra keadaan jasmaniah maupun batiniah. Misalnya, wajah seseorang bisa branyak (lonjong dengan pandangan agak ke atas), luruh (wajah dengan tatapan tunduk), jenggureng (wajah dengan mata cekung, alis tebal seperti saling bersambung), sedang potongan mukanya bisa gugut (dagu lebih maju daripada gigi atas), mrongos (gigi tampak mencuat ke depan), dongos (bibir atas lebih maju ke depan), domble (bibir bawah lebih maju ke depan). Situasi batin seseorang yang tidak senang dilukiskan, antara lain, dengan kata-kata besengut , mrengut, atau jegadul.

Pengayaan bahasa Indonesia juga bisa dilakukan dengan menyerap idiom-idiom bahasa Jawa yang bernas dalam rumusannya dan tepat dalam penggambarannya. Contohnya, antara lain, adalah andum gawe (membagi pekerjaan), andum laku (saling berpisah meneruskan perjalanan), worsuh (campur aduk), murang-sarak (tidak mengikuti petunjuk yang benar), unda-usuk (urut-urutan dengan perbedaan dari sedikit), entek amek kurang golek (mencari-cari sampai apa pun yang bisa dipegang), ajrih-asih (sikap mengasihi seseorang disertai upaya jangan sampai menyinggung kehormatannya).

Pasti akan meriah diskusi antarpencinta bahasa Indonesia dalam upaya memperkaya lema baru bahasa Indonesia jika para pengguna bahasa lokal mengusulkan kosakata mereka untuk pengayaan perbendaharaan kata bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.

Alfons Taryadi Pengamat Bahasa Indonesia

Leave a comment