Category Archives: Tarian

Sejarah Ondel Ondel Betawi

Ondel-ondel adalah budaya tak terpisahkan dari adat Betawi, sekaligus menjadi ikon kota Jakarta. Boneka raksasa ini semakin dikenal masyarakat luas saat almarhum Benyamin Sueb membuat lagu berjudul Ondel-ondel. Bagi warga Jakarta, biasanya sudah tidak asing dengan ondel-ondel sebagai kesenian khas daerah. Ondel-ondel akan banyak ditemukan di jalan-jalan, gedung, hotel, tempat makan, ataupun tempat pertunjukan terutama di hari perayaan tertentu. Bagaimana sejarah, bentuk, dan makna ondel-ondel?

Sejarah Ondel-Ondel
Ada beberapa versi berbeda mengenai asal-usul Ondel-ondel , namun belum ada informasi pasti tentang siapa penciptanya dan kapan diciptakan. Melansir dari laman Kemendikbud, ini beberapa sejarah Ondel-ondel di Jakarta. Secara historis, ondel-ondel disebut sudah ada sebelum 1600 Masehi. Penjelasan ini ditulis pedagang dari Inggris bernama W. Scot dalam buku perjalanannya. Dalam catatannya, Scot mengaku melihat ada kebudayaan unik berbentuk boneka raksasa yang dipertunjukkan masyarakat Sunda Kelapa dalam upacara adat. Meski namanya tidak disebut, jenisnya diyakini mirip ondel-ondel.

Ada buku perjalanan lain yang menuliskan soal ondel-ondel yang ditulis E.R. Scidmore dari Amerika. Scidmore adalah wisatawan yang datang ke Jawa. Ia tinggal cukup lama di Batavia pada akhir abad 19. Dalam bukunya, Java, The Garden of The East, Scidmore menyebutkan ada seni jalanan berupa tarian boneka raksasa yang diarak ramai-ramai oleh masyarakat di Batavia.

Sementara menurut cerita turun-temurun sesepuh di Betawi, ondel-ondel sudah ada sejak zaman nenek moyang. Dulu ondel-ondel dibuat untuk upacara tolak balak. Upacara tolak balak diadakan untuk mengusir wabah penyakit yang menyerang perkampungan atau gangguan roh halus yang gentayangan. Saat ini, ondel-ondel masih sering digunakan untuk meramaikan pesta rakyat, pernikahan, atau penyambutan tamu terhormat, misalnya saat peresmian gedung yang baru selesai dibangun.

Pertunjukan Ondel-Ondel
Ondel-ondel berbentuk boneka raksasa yang terbuat dari anyaman bambu, dan dihiasi pakaian serta aksesoris yang menyerupai manusia. Dalam pertunjukan, boneka ini digerakkan dari dalam oleh seseorang yang biasanya laki-laki karena beban yang cukup berat.

Umumnya, boneka ondel-ondel dibuat berpasangan, layaknya pengantin laki-laki dan perempuan dengan pakaian yang indah. Ondel-ondel lelaki dibuat berwarna merah, melambangkan semangat dan keberanian. Ondel-ondel perempuan berwarna putih yang menandakan kesucian dan kebaikan. Tinggi ondel-ondel adalah sekitar 2,5 meter dengan lebar 80 sentimeter, maka wajar jika memiliki berat 20-25 kg. Boneka ini dibuat dari anyaman bambu agar saat dipikul lebih ringan. Bagian kepalanya mirip topeng yang diberi ijuk sebagai rambut, atau hiasan kepala runcing khas Melayu yang disebut kembang kelapa.

Pakaian ondel-ondel lelaki biasanya berwarna gelap, sedangkan untuk perempuan memakai warna cerah motif polos atau kembang-kembang, dan keduanya memakai selendang. Pertunjukan ondel-ondel biasanya diiringi dengan berbagai kesenian lainnya. Seperti musik yang biasa mengiringi adalah tanjidor, gambang kromong, musik rebana, gendang pencak, dan lain-lain.

Makna Ondel-Ondel
Telah diwariskan turun-temurun, kebudayaan ini mengandung simbol dan makna yang mendalam. Topeng ondel-ondel lelaki warna merah memiliki arti laki-laki harus pemberani dan gagah perkasa, sementara topeng perempuan mengandung arti harus menjaga kesucian.

Kembang kelapa di atas kepala ondel-ondel berarti kekuatan. Pohon kelapa memiliki akar kuat yang semua unsur tubuhnya bisa dimanfaatkan. Sepasang ondel-ondel juga punya nama yaitu Kobar untuk laki-laki dan Borah untuk perempuan. Kobar menyimbolkan manusia harus mencari nafkah di dunia, sedangkan Borah adalah simbol akhirat, yaitu manusia harus selalu berbuat baik dan ingat kepada Tuhan.

Beberapa wujud ondel-ondel ada yang menyeramkan dengan rambut gimbal dan gigi bertaring. Ini dimaksudkan agar roh jahat takut dengan wajah raksasa yang menyeramkan, sehingga tidak mengganggu manusia. Selain itu, dulunya banyak sesajen dan upacara sebelum pertunjukan ondel-ondel dengan maksud mengusir roh jahat serta filosofi kehidupan.

Saat ini memang pertunjukkan ondel-ondel menjadi lebih sedikit karena generasi modern lebih menyukai hiburan seperti film atau band. Meski begitu, di Jakarta masih sering dijumpai ondel-ondel, baik untuk keperluan hiburan, perayaan, atau sekedar pajangan

Sejarah Tari Pendet

Tari pendet adalah tarian khas daerah Bali. Tarian ini digunakan sebagai persembahan untuk leluhur atau Bhatara-Bhatari. Tari pendet biasa dipentaskan di halaman Pura menghadapkan ke sebuah palinggih, dimana Bhatara dan Bhatari diistanakan. Tari pendet biasanya dibawakan oleh penari wanita berpakaian adat, dengan membawa bokor atau canang sari yang berisi bunga.

Susunan pakaian tari pendet yaitu terdiri dari sabuk prada, anteng (cerik), dan kamben songket. Selain itu, untuk perlengkapan tari pendet mereka juga membawa alat-alat upacara seperti sangku, mangkok perak, kendi dan lain-lain. Berikut adalah ciri khas, pembagian tempat tari, dan susunan pemusik di tari pendet yang dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

Ciri Khas Tari Pendet:

  1. Tarian ini dibawakan secara massal yang dipimpin oleh seorang pemangku yang membawa sebuah pedupaan.
  2. Penari akan menaruh semua barang yang dibawa di palinggih pada akhir tarian.
  3. Menaburkan bunga-bunga yang digunakan sebagai simbol kehormatan.
  4. Tari pendet diikuti dengan musik gamelan gong.
  5. Di beberapa desa di Bali Selatan, tarian ini dibawakan oleh puluhan wanita secara berpasangan.
  6. Penari pendet terdiri dari Daha-Teruna yang belum menikah atau wanita yang sudah berhenti menstruasi atau yang sudah mewinten.

Susunan Pembagian Tempat. Susunan pedum karang atau pembagian tempat tari pendet saat pertunjukkan adalah sebagai berikut:

  1. Ngumbang luk penyalin adalah berjalan ke depan belok kanan belok kiri dan ngentrag (menggertak).
  2. Duduk bersimpuh dengan mengambil bunga lalu menyembah dengan manganjali.
  3. Leher ngilek ke kanan dengan nyeledet. Gerakan ini diulang berturut-turut.
  4. Ngagem kanan dengan luk nerudut dan nyeledet ke samping kanan.
  5. Ngenjet dengan badan berombak dan gerakan tangan ngombak ngangkel.
  6. Agem kiri dengan luk nerudut dan nyeledet sebelah kiri.
  7. Ngenjet gerak beralahij untuk berpindah posisi menjadi agem kanan.
  8. Ngotang pinggang atau bertukar tempat dari kanan ke kiri dan sebaliknya.
  9. Ngelung rebah ke kiri dan ke kanan yang disertai dengan ngumad tarik kanan tarik kiri.
  10. Ngumbang ombak segara dengan berjalan belok-belok depan belakang.
  11. Nyeregseg ngider berputar ke kanan dan kiri berturut-turut sampai tiga kali.
  12. Ngelung kiri kanan dengan nyeledet kiri kanan lalu metanjek dua terus berjalan.
  13. Ngentrag berjalan cepat dan ngeseh dilakukan dengan menabur bunga sambil berjalan Ngumbang luk penyalin.
  14. Metanjek ngandang berputar ke kiri dan ditutup dengan gerak nyakup bawah.

Susunan Pemusik
Berikut adalah komposisi tabuhan dalam Tari Pendet

  1. Pengawit berirama lambat.
  2. Pengentrag 1 melakukannya dengan cepat.
  3. Pengadeg memiliki irama pelan.
  4. Pengentrag 2 berirama cepat dan keras.

Seiring perkembangan zaman, tari pendet beralih fungsi menjadi tari hiburan atau tari penyambutan. Sebagai tari penyambutan, pendet difungsikan untuk menyabut kedatangan tamu atau sering disebut dengan istilah tarian selamat datang.

Seniman kelahiran Desa Sumerta Denpasar yakni I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng, menciptakan tari pendet penyambutan dengan empat orang penari untuk disajikan sebagai bagian dari pertunjukkan turis disejumlah hotel yang ada di Denpasar.

Kemudian pada 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali dengan menambahkan jumlah penari tari pendet jadi lima orang.

Sejarah Tari Kipas Pakarena

Tari kipas pakarena atau tari pakarena adalah jenis tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan, tepatnya di Makassar. Tarian ini dimainkan oleh empat orang penari dengan iringan musik dari gandrang (semacam gendang) dan puik-puik (alat musik tiup). Tari kipas pakarena menggunakan lagu khas daerah Makassar yang berjudul Dongang-dongang. Tarian ini awalnya digunakan sebagai alat untuk memuja kepada para dewa. Namun karena keindahan dan keunikannya, tari kipas pakarena kemudian berubah fungsi menjadi media hiburan.

Kisah pada tari kipas pakarena yaitu menceritakan kehidupan manusia dengan penghuni langit. Penghuni langit yaitu dewa mengajarkan kehidupan kepada manusia bagaimana cara bertahan hidup di bumi dengan mencari makanan di hutan maupun bercocok tanam. Berikut adalah penjelasan mengenai pakaian, bagian, dan makna tari kipas pakarena yang dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

Properti Tari Kipas Pakarena

  1. Baju Bodo (warna merah dan hijau)

Baju bodo merupakan pakaian khas masyarakat Bugis. Dalam tiap warna baju Bodo memiliki penanda adanya stratifikasi sosial. Warna hijau untuk bangsawan, putih untuk ibu yang menyusui bayi, dan sebagainya. Tetapi seiring perkembangan zaman pelan-pelan makna itu memudar. Baju Bodo dapat terbuat dari kain sutra. Baju bodo dibuat dari kain kasa yang transparan, dengan lengan yang pendek dan dijahit bersambung dengan bagian lengan bagian dalam.

  1. Sarung/Top

Dulunya sarung yang dipakai dalam tari kipas pakarena adalah sarung polos dan tidak bercorak. Namun saat ini penari dapat memakai sarung bermotif.

  1. Selendang

Selendang ditaruh di pundak sebelah kiri dan dimainkan saat menari. Warna selendang yang digunakan sesuai dengan baju bodo yang dipakai.

  1. Kipas

Kipas yang digunakan tidak memiliki kriteria khusus. Kipas dimainkan dengan tangan kanan.

Bagian-Bagian Tari Kipas Pakarena
Bagian-bagian umum dalam tarian kipas pakarena yaitu sebagai berikut:

  1. Samboritta

Samboritta atau berteman disebut juga paulu jaga atau kegiatan semalam suntuk. Samboritta biasanya menjadi awal tarian yang berguna untuk memberikan hormat kepada pengunjung.

  1. Jangang leak-leak

Sering disebut sebagai ayam berkokok. Tari pakarena adalah tarian yang dipentaskan semalam suntuk dan menjadi bagian penutup. Bagian ini dipentaskan pada pukul 04.00 subuh sehingga disebut ayam mulai berkokok. Tarian ini merupakan bagian ketiga dalam tari kipas yang memiliki makna mencari jalan untuk kembali ke asal mula.

Makna Tari Kipas Pakarena. Tari kipas pakarena memiliki makna yaitu sebagai berikut

  1. Tarian ini mencerminkan sifat teduh, hening, dan kontemplatif.
  2. Tarian yang mepnceritakan hubungan antara manusia dengan penciptanya sesuai dengan ritme kehidupan.
  3. Gerakan-gerakan rumit pada tarian ini menggambarkan persoalan dan kerumitan hidup.
  4. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam bermakna siklus kehidupan manusia.
  5. Gerakan mengeper yang naik turun mencerminkan irama kehidupan.
  6. Alunan lagu yang mendayu-dayu bermakna bahwa perempuan Makassar memiliki sifat yang lemah lembut.

Sejarah Tari Seudati Aceh

Indonesia memiliki beragam tari daerah , salah satunya tari Seudati. Tarian asal Aceh ini memiliki suatu keunikan yaitu dibawakan tanpa iringan alat musik apapun. Tari Seudati berasal dari daerah Pidie, Aceh. Namun ada juga sumber yang mengatakan kalau tari ini berkembang di daerah Aceh Utara. Meski belum ada catatan pasti mengenai asal-usul tari Seudati, diyakini tari ini berkembang sejak Islam masuk ke Aceh sekitar abad ke-16 Masehi.

Lalu, seperti apa sejarah, fungsi, dan gerakan tari Seudati?

Sejarah Tari Seudati
Tari Seudati berasal dari bahasa Arab ‘Syahadat’, yang artinya bersaksi atau pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah dalam Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa Seudati berasal dari kata ‘Seurasi’ yang berarti harmonis atau kompak. Tarian ini dibawa dengan mengisahkan berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu cara menyelesaikan persoalan bersama-sama. Awalnya, tarian Seudati dikenal sebagai tarian pesisir yang disebut Ratoh atau Ratoih. Artinya menceritakan untuk mengawali permainan atau diperagakan untuk bersuka ria saat musim panen atau malam bulan purnama.

Dalam Ratoh, ada cerita berbagai kisah sedih, gembira, nasihat, sampai kisah yang membangkitkan semangat juang. Istilah-istilah dalam Seudati umumnya berasal dari bahasa Arab, karena ulama yang mengembangkan Islam di Aceh berasal dari sana.

Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, karena syairnya dianggap dapat membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk melawan penjajahan. Oleh sebab itu, Seudati sempat dilarang pada masa penjajahan Belanda, namun kini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.

Fungsi Tari Seudati
Seudati banyak dikatakan sebagai tari yang dibawa ketika Islam masuk ke Aceh. Maka, tarian ini memiliki fungsi dipentaskan sebagai media dakwah bagi masyarakat agar terhibur sekaligus memahami agama Islam. Kemudian, fungsinya untuk membangkitkan semangat dari syair-syair yang dilantunkan selama tarian berlangsung.

Selain pengobar semangat, tarian ini mengandung filosofi kehidupan sehingga dapat mengajarkan nilai atau solusi bagi permasalahan. Semakin lama, tari Seudati juga banyak ditampilkan di berbagai acara seperti pernikahan, festival budaya, hingga promosi pariwisata di Aceh.

Komponen Tari Seudati
Tari Seudati ditarikan oleh delapan laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari satu syeh, satu orang pembantu syeh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut peet bak, dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.

Tarian ini unik karena tidak menggunakan alat musik seperti tarian pada umumnya. Sebagai pengiring, ada lantunan syair dari aneuk syahi. Serta bunyi tubuh penari yang berasal dari tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah, dan ketipan jari. Gerakan ini mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan.

Dalam pementasan tari Seudati, ada beberapa babak/sesi yaitu Saleum aneuk, Saleum syeh, Likok, Saman, Kisah, Lanie/Gambus pembuka, dan Gambus penutup. Syair-syair Seudati berisi pesan agama Islam, pesan adat, pembakar semangat, dan kisah sejarah Aceh. Namun selama perkembangan, syairnya juga bisa disesuaikan. Biasanya seorang syeh ataupun aneuk syahi yang handal dapat menciptakan syair secara spontan sesuai dengan kondisi ketika tampil. Syairnya sendiri bersajak ab ab.

Saat pentas, penari Seudati memakai baju berwarna putih dipadu dengan celana panjang. Sedangkan aksesorisnya terdiri dari kain songket yang dililitkan di pinggang hingga paha. Selain itu, dilengkapi Rencong di bagian pinggang dan Tangkulok (ikat kepala) berwarna merah.

Pada tahun 2014, tari Seudati ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Aceh. Selain itu, juga sedang diusulkan kepada UNESCO sebagai Warisan Seni Budaya Tak Benda Dunia. Semua ini dilakukan untuk menjaga kelestarian tari Seudati yang berasal dari kota Serambi Mekkah

Sejarah Asal Usul Tari Payung

Tari Payung merupakan tari tradisional yang bersifat hiburan. Pada dasarnya, ada beberapa versi yang mengatakan asal usul Tari Payung, beberapa di antaranya adalah berasal dari Sibolga, Minangkabau, dan Sungai Tanang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Tarian ini memiliki sejarah yang sangat panjang. Jika mengacu pada asal mula Tari Payung di Sibolga, Tari Payung muncul pertama kali beberapa abad yang lalu.

Sejarah Tari Payung
Mengutip dari arsip perpustakaan Universitas Negeri Medan, Tari Payung lahir pertama kali kira-kira di tahun 1600 Masehi dan tidak diketahui dengan jelas siapa penciptanya. Tarian tersebut pada awalnya adalah dari masyarakat Bengkulu yang kemudian pindah ke daerah Sibolga. Maka dari itu, tarian ini juga merupakan kesenian milik masyarakat Sibolga, Tapanuli tengah.

Fungsi Tari Payung
Secara teknis, Tari Payung merupakan jenis tarian yang tergolong dalam kesenian Sikambang. Sikambang adalah jenis kesenian yang terdiri dari tari serta musik dan tidak lepas dari masyarakat pesisir, yang merupakan ciri bagi masyarakat Sibolga. Walaupun asal mula Tari Payung ini ada beberapa versi, tetapi seluruh sumber sepakat bahwa Tari Payung berkisah tentang pasangan suami istri yang baru saja menikah.

Lebih lengkapnya, cerita dalam tarian tradisional tersebut adalah tentang perempuan dan laki-laki yang bertemu hingga menikah, lalu si laki-laki harus merantau untuk mencari nafkah. Tari Payung sendiri adalah tarian hiburan yang biasanya ditampilkan saat pesta pernikahan dan secara berpasangan.

Ada pula yang biasa memainkan Tari Payung adalah muda-mudi laki-laki dan perempuan dengan membawa payung serta selendang sebagai bagian dari properti tari. Jadi, nama dari tarian ini mengikuti properti utama yang digunakan dalam tari itu sendiri. Umumnya, penari pria memakai pakaian tradisional teluk balanga sedangkan penari wanita memakai baju kurung. Hal ini mengandung arti pakaian yang sopan menurut syariat Islam.

Makna tari payung
Makna dari tari payung yang berasal dari Sumatra Barat ini memiliki makna kasih sayang dan perlindungan untuk sang kekasih. Dengan menggunakan properti payung dan selendang, keduanya melambangkan perlindungan pria yang merupakan pilar utama keluarga. Sedangkan selendang menggambarkan ikatan suci cinta dari pasangan yang sering diartikan sebagai kesetiaan seorang wanita membina rumah tangga.

Mengutip dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, penampilan Tari Payung diiringi oleh sebuah lagu tradisional yang berjudul “Babenda-bendi ke Sungai Tanang.”

Nah, begitulah asal mula, sejarah, dan fungsi Tari Payung

Makna dan Sejarah Tari Serimpi

Tari Serimpi merupakan tarian Jawa klasik yang sudah ada sejak zaman kerajaan. Tarian ini terkenal memiliki gerak yang sangat halus dan cerita yang mengandung nilai simbolis.

Pada zaman Mataram, Serimpi berfungsi sebagai tari pengiring pada upacara kerajaan. Ciri khas tarian ini adalah bunyi gending dari gamelan yang mengikuti gerakan para penari.

Sejarah Tari Serimpi
Dilansir dari situs resmi Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta, sejarah Tari Serimpi tidak dapat terlepas dari kisah raja Mataram yakni Sultan Agung Hanyokrokusumo. Pada masa kekuasaan Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan dan sangat terkenal hingga ke penjuru nusantara. Salah satu bukti kejayaannya adalah berkembangnya kesenian tradisional dari dalam keraton, termasuk Tari Serimpi.

Sejak zaman dulu, kesenian ini memperlihatkan keindahan serta nilai estetika seni tinggi dan identik dengan keanggunan, kecantikan, serta kesopanan para penarinya. Jenis Tari Serimpi pada masa Sultan ke-3 ini memiliki fungsi sakral yakni hanya dipertunjukkan pada acara-acara tertentu seperti acara pisowanan agung maupun acara peringatan hari penting kerajaan. Masyarakat Mataram kala itu baru mengenal Tari Serimpi pada tahun 70-an, jauh setelah kesenian tari tersebut tercipta.

Makna Serimpi
Masih dikutip situs resmi Pemprov DIY, kata “serimpi” berasal dari bahasa jawa yakni “impi” yang memiliki arti “mimpi”. Maksud ini diberikan karena pertunjukan tarian Serimpi bisa membawa siapapun yang menyaksikan seperti berada di alam mimpi yang tenang dan indah. Apalagi ditambah dengan adanya suara gending jawa beserta gamelan pengiring yang melantunkan irama nada asri nan damai sehingga membuat mata tersayup-sayup bak di alam mimpi.

Jenis Tari Serimpi
Adapun jenis Tari Serimpi dari kedua kerajaan pewaris Mataram dapat dibedakan menjadi 2 yakni Serimpi gaya Ngayogyakarta dan Serimpi gaya Surakarta. Berdasarkan buku Tari Srimpi, “Ekspresi Budaya Para Bangsawan Jawa” karangan Arif E. Suprihono, Serimpi Surakarta terdiri dari:

Serimpi Anglirmendhung,

Serimpi Bondan,

Serimpi Dhempel,

Serimpi Ganda Kusuma,

Serimpi Gambirsawit,

Serimpi Gendiyeng,

Serimpi Glondong Pring,

Serimpi Jayaningsih,

Serimpi Lobong,

Serimpi Ludiromasu,

Serimpi Muncar,

Serimpi Sangupati,

Serimpi Sukarsih,

Serimpi Tamenggita.

Sementara Serimpi Yogyakarta terdiri dari:

  1. Serimpi Babar Layar,
  2. Serimpi Dhempel,
  3. Serimpi Dhendhang Sumbawa,
  4. Serimpi Gambirsawit,
  5. Serimpi Genjung,
  6. Serimpi Hadi Wulangunbrangta,
  7. Serimpi Irim-irim,
  8. Serimpi Jaka Mulya,
  9. Serimpi Jebeng.
  10. Serimpi Jemparing,
  11. Serimpi Kadarwati,
  12. Serimpi Kandha,
  13. Serimpi Lala,
  14. Serimpi Ladrangmanis,
  15. Serimpi Layu-layu
  16. Serimpi Lobong,
  17. Serimpi Ludiromadu,
  18. Serimpi Mijil,
  19. Serimpi Muncar/serimpi Cina,
  20. Serimpi Pandelori,
  21. Serimpi Pestul,
  22. Serimpi Pramugari,
  23. Serimpi Riyambada,
  24. Serimpi Ranggajanur,
  25. Serimpi Ranumanggala,
  26. Serimpi Renggawati/Serimpi Hadi Wulangun brangta.
  27. Serimpi Renyep,
  28. Serimpi Sangupati,
  29. Serimpi Sekarkina,
  30. Serimpi Sekarsemeru,
  31. Serimpi Sigramangsah,
  32. Serimpi Sudorowerti,
  33. Serimpi Tamenggita,
  34. Serimpi Teja,
  35. Serimpi Tunjunganom
  36. Serimpi Merakkesimpir,
  37. Serimpi Ringgitmunggeng kelir

Itulah sejarah, makna dan jenis Tari Serimpi yang sudah ada sejak zaman kerajaan Mataram.