Monthly Archives: January 2012

Ramai Ramai Menjiplak Kreativitas Boy Band dan Girl Band Korea

Industri hiburan kita ramai-ramai membuat film dan boyband/girlband Indonesia “rasa” Korea. Inilah cara mereka berselancar di tengah gulungan gelombang budaya pop Korea yang dahsyat.

ru, penyanyi terkenal Korea itu, bersitatap dengan seorang perempuan di muka kedai kopi. Bahasa tubuh mereka serba kikuk. Keduanya berbicara satu-dua potong kalimat dalam bahasa Korea, kemudian berlalu menuju tujuan masing-masing. Perpisahan bisu di tengah udara Busan yang dingin-beku.

Itulah sepotong adegan film Hello Goodbye, yang mengambil lokasi shooting di beberapa tempat di kota Busan, Korea Selatan. Film Korea-kah? Bukan. Ini film Indonesia yang diproduksi Falcon Pictures dan disutradarai Titien Wattimena. Meski begitu, rasa Korea tampaknya akan cukup kental di film yang masih dalam taraf produksi ini dan akan diluncurkan Desember 2012.
Kru pendukung film itu banyak mengambil gambar lanskap kota Busan, termasuk suasana pergantian malam Tahun Baru yang meriah. Pemeran utama wanita film itu, Atiqah Hasiholan, didandani seperti gadis Korea. Wajah dipoles cerah, rambut diikat ekor kuda dengan ujung sedikit bergelombang. Dia mengenakan stocking dipadu sepatu ceper, rok, blus putih, dan jas sebatas lutut. Penampilan imut, tapi tetap elegan mirip artis-artis perempuan yang berseliweran di sejumlah film romantis dan sinetron Korea.
Pemeran utama pria, Rio Dewanto, juga bergaya Korea. Karakternya dibuat dingin dan tak acuh seperti kebanyakan karakter pemeran pria di film romantis Korea.

Seperti kebanyakan film percintaan Korea, kisah Hello Goodbye dibuat sederhana. Kisah berlangsung di seputar kehidupan Indah (Atiqah), seorang diplomat muda yang cerdas, ambisius, punya tujuan hidup jelas, dan selalu berusaha memegang kemudi kehidupan. Dia bertemu dengan Abi (Rio), seorang pelaut yang tidak punya tujuan selain bekerja. Abi menyerahkan nasib kepada kapal yang membawanya ke mana pergi.
Karena karakter yang berbeda 180 derajat, Indah dan Abi kerap bertengkar. Namun, perjumpaan dan pertengkaran pada akhirnya membawa mereka pada pembicaraan soal makna kehidupan. Ketika cinta mereka bersemi di Busan, mereka sadar bahwa mereka manusia yang berbeda. Tetapi, itu bukanlah pertemuan yang sia-sia. Indah mengajarkan Abi tentang pentingnya tujuan. Abi mengajarkan Indah tentang pentingnya perjalanan.

Meski beraroma Korea, Titien Wattimena mengatakan Hello Goodbye tetap film Indonesia. “Kami tidak sedang membuat film Korea,” kata Titien di Busan, akhir Desember lalu.

Ikut atau tertinggal
CEO Falcon Picures, HB Naveen, menjelaskan, Hello Goodbye mengambil lokasi shooting di Busan karena skenarionya mengharuskan demikian. Di luar itu, tentu saja ada pertimbangan pasar. Falcon ingin menggaet anak muda Indonesia yang sedang keranjingan hiburan berbau Korea.
Naveen merasa perlu mengikuti gelombang Korea. “Kalau tidak diantisipasi, kita bisa tertinggal,” ujarnya.
Bukan hanya Naveen yang berpikir demikian. Tengoklah sejumlah stasiun televisi sebulan terakhir berlomba menyajikan musik pop ala Korea. Di SCTV ada program K-Pop Vs I-Pop yang menampilkan boyband/girlband Korea dan boyband/girlband Indonesia.

Di Indosiar akan muncul acara Galaxy Star, program pencarian penyanyi berbakat yang dikonsep oleh pelaku industri musik Korea. Konseptor acara Galaxy Star, Yoon Jae-Kwon, mengatakan, pemenang ajang ini akan dibawa ke Korea untuk dilatih vokal, tari, dan diberi perawatan tubuh. Selanjutnya, mereka akan dicetak sebagai artis yang siap mengguncang Asia.
Acara itu baru akan memulai audisi 17 Januari 2012. Namun, peserta yang mendaftar secara online telah menembus angka 5.000 orang. Humas Indosiar, Gufroni Sakaril, yakin jumlah peserta audisi akan terus bertambah.

Lewat caranya sendiri, Kevin Aprilio, personel band Vierra, mencetak girlband Indonesia rasa Korea. Girlband bernama Princess itu terdiri dari lima gadis cantik, langsing, dan tinggi semampai. Mereka bernyanyi dan berpenampilan imut seperti girlband Korea. Ketika tampil di acara TransTV, Selasa (10/1) malam, mereka mengenakan blus dan rok mini lebar. Rambut mereka diikat ekor kuda atau dikuncir dua. “Dari segi vokal, musik, dan fisik mereka bagus dan tidak kalah dengan girlband Korea. (Mereka) asli, enggak ada yang (fisiknya) dioperasi,” kata Kevin sambil tertawa.

Selain Princess, ada sejumlah band Indonesia lainnya yang bergaya Korea, sebut saja Cherrybelle, 7icons, Hitz, Super9boyz, Fame, 6 Starz, Be5t, XO-IX, dan Soulmate. Ada pula penyanyi yang meminjam sebagian imaji Korea meski tak bernyanyi pop ala Korea. Dialah Ayu Ting Ting, yang berani menyebut musiknya sebagai “Korean-Dut” alias dangdut rasa Korea.
Sah-sah saja. Namanya juga industri. Dengan cara masing-masing mereka berselancar di tengah gelombang K-Pop sambil berharap suatu saat bisa mengguncang Asia.

Uji Kompetensi untuk Mengukur Profesionalisme Guru

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tetap akan melaksanakan uji kompetensi bagi guru sebagai syarat mendapatkan sertifikasi. Meski pun, hingga saat ini, kalangan guru melakukan penolakan untuk mengikuti uji kompetensi. Menurut rencana, uji kompetensi akan dilaksanakan secara serentak pada Februari 2012.

Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP-PMP) Kemdikbud Syawal Goeltom mengatakan, uji kompetensi yang diterapkan kepada para guru untuk meraih sertifikasi tidak melanggar perundangan seperti yang dilontarkan oleh Ketua PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo.

Menurut Syawal, profesionalisme dalam kinerja akan menjadi tuntutan setelah guru diakui sebagai profesi.

“Ya, inilah tuntutan terhadap kinerja guru sejak diakui sebagai profesi unggulan,” terang Syawal, di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Jumat (13/1/2012).

Ia mengungkapkan, tujuan uji kompetensi ini untuk mengetahui profesionalisme seorang guru. Ada dua poin penting yang akan diujikan dalam uji kompetensi nanti, yaitu penguasaan bahan ajar dan metode pedagogik yang digunakan dalam perancangan pembelajaran. Sebelumnya, PGRI menyatakan kekhawatiran bahwa uji kompetensi ini tidak dapat dilalui guru-guru yang senior yang masa mengajarnya sudah panjang.

“Jangan khawatir, saya kira guru junior mau pun senior mampu menyelesaikan soal-soal dalam uji kompetensi. Seharusnya semua bisa, karena itu kan materi yang mereka ajarkan sehari-hari,” ujarnya.

Syawal menjelaskan, meski amanat Undang-Undang (UU) menyebutkan sertifikasi guru selesai di 2015, bukan berarti seluruh guru yang mengikuti uji kompetensi akan lulus dan mendapatkan sertifikasi.

Tahun ini, kuota sertifikasi guru yang tersedia hanya 250 ribu dari sekitar 300 ribu guru peserta uji kompetensi. Guru yang mengikuti dan tidak lulus uji kompetensi tahun ini, dapat kembali mengikuti ujian di dua tahun berikutnya.

“Amanat UU mewajibkan semua guru ikut seleksi sertifikasi, dan hanya meluluskan yang layak. Mereka yang tidak lulus istirahat dulu setahun dan tetap mengajar. Dua tahun berikutnya baru ikut lagi. Ini aspek keadilan demi memberikan kesempatan kepada yang lain,” papar Syawal.

Syawal menambahkan, ruh uji kompetensi adalah untuk membenahi empat lapisan yang berkaitan dengan peningkatan mutu guru. Mulai dari perekrutan mahasiswa di perguruan tinggi, proses pendidikan mereka, rekrutmen guru hingga pengurusan kepangkatan dan distribusi guru yang selama ini dinilai masih bermasalah.

Ia menambahkan, pada 2013 mendatang, kinerja guru akan dinilai sesuai dengan Peraturan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi No 16/2009. Sesuai dengan tuntutan guru yang ingin diakui secara profesional, maka standar kerja mereka pun harus ada.

“Mereka yang meminta (untuk diakui profesional), maka harus ada standar kinerja mereka. Ini bisa diukur dari uji kompetensi dan observasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua PB PGRI, Sulistyo, menolak uji kompetensi karena tidak diwajibkan dalam PP No 74/2008 pasal 12 yang menyebutkan Guru Dalam Jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4 dapat langsung mengikuti pelatihan untuk memperoleh sertifikat.

“Uji kompetensi membuat guru-guru stres karena merasa dipersulit dan guru yang tua merasa malu ketika mereka tidak lulus ujian,” kata Sulistyo.

Adapun beberapa syarat untuk mendapatkan sertifikasi adalah guru yang bersangkutan telah bergelar sarjana (S1), atau telah berusia minimal 50 tahun dan dalam masa kerja minimal 20 tahun.