Monthly Archives: October 2015

Daftar 243 Kampus Bermasalah Yang Terbitkan Ijazah Palsu

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi secara resmi belum mengeluarkan jumlah perguruan tinggi yang dinonaktifkan karena dianggap bermasalah. Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, mengoreksi jumlah yang sebelumnya beredar, yakni 243 perguruan tinggi.

“Pemerintah, dalam hal ini Kemenristekdikti, belum mengeluarkan angka resmi. Tapi di pangkalan data, sudah ada (perguruan tinggi) yang dinonaktifkan,” kata Ghufron di Jakarta. Kabar adanya ratusan perguruan tinggi yang dinonaktifkan itu, ujar Ghufron, diambil berdasarkan data dari pengamat pendidikan. Data itu kemudian dicatat di situs Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis). “Angka 243 yang dinonaktifkan itu sebetulnya bukan angka resmi dari Kementerian Ristek Dikti,” kata dia.

Penonaktifan kampus tercatat di pangkalan data. Mereka yang tidak menyerahkan laporan, akan ditutup di pangkalan data. “Artinya mahasiswa masih bisa tetap kuliah. Ini yang orang sering salah kira,” ujar Ghufron. Penonaktifan perguruan tinggi dilakukan jika izin bermasalah, rasio antara dosen dan mahasiswa kurang memadai, dan tidak memberikan laporan rutin ke pangkalan data. Sesuai aturan, perguruan tinggi yang semacam itu akan dikenakan sanksi.

“Tapi kalau persyaratan yang dilanggar tadi dipenuhi, tentu diberikan kesempatan untuk aktif kembali,” ujar Ghufron. Proses mengaktifkan kembali bisa terbilang cepat. “Hitungan minggu, kalau memang syarat dipenuhi,” kata Ghufron. Meski begitu, verifikasi tetap dilakukan selama proses pemberian nomor induk untuk pengajar. Ghufron mengatakan, ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi dosen. Beberapa di antaranya yaitu memiliki kualifikasi dosen dan mengajar minimal satu semester dalam satu tahun. Ghufron mengimbau agar perguruan tinggi yang dinilai “abal-abal” segera mendaftarkan dosennya yang belum memiliki nomor induk ke Kementerian Ritekdikti. Ini untuk memenuhi salah satu persyaratan agar kampusnya dicabut dari status nonaktif.

Langkah ini, menurut Ghufron, terobosan paling spektakuler lantaran selama bertahun-tahun perguruan tinggi kesulitan melakukan rekrutmen dosen. “Bertahun-tahun bingung bagaimana merekrut dosen dengan mudah. Namun melalui Peraturan Menteri Nomor 26 tahun 2015, kami akui dosen dengan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK),” ujarnya. Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Patdono Suwignjo menegaskan ratusan perguruan tinggi (PT) nonaktif tidak berarti izinnya dicabut.

“Sebanyak 243 PT dengan status nonaktif merupakan akumulasi sejak 16 September 2014. Data ini tidak dikeluarkan resmi oleh Kemenristekdikti,” kata Patdono saat konferensi pers di Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (6/10). Patdono menjelaskan ada beberapa pelanggaran yang menyebabkan 243 PT tersebut masuk kategori nonaktif. Ada pelanggaran yang termasuk ringan, ada pula yang termasuk berat. Berbagai pelanggaran tersebut yaitu PT tidak melaporkan data PT selama empat semester berturut-turut, rasio dosen dan mahasiswa tidak ideal, serta melaksanakan kampus utama tanpa izin. Ada pula pelanggaran lainnya berupa terjadinya konflik di PT yang bersangkutan atau yayasannya sudah tidak aktif. “Beberapa PT juga sudah ganti yayasan tetapi tidak melaporkan atau pindah kampus tetapi tidak melaporkan,” kata Patdono.

Ia kemudian menjelaskan ada lima sanksi yang diberikan oleh kementerian, tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan. Pertama-tama, PT akan diberikan peringatan tertulis. Bila tidak juga berusaha memperbaiki layanan dan terus melanggar aturan, Patdono mengatakan sanksi terberat adalah pencabutan izin. Kampus yang masuk dalam kategori nonaktif tidak akan mendapatkan berbagai layanan dari Kemenristekdikti, seperti pengusulan akreditasi, pengajuan penambahan prodi, sertifikasi dosen, pemberian hibah, serta beasiswa.

Sebelumnya Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menyatakan ada ratusan perguruan tinggi nonaktif yang tersebar di berbagai daerah Indonesia. Ia mengklaim pihaknya akan terus melacak ratusan perguruan tinggi tersebut untuk memastikan tidak ada yang mengeluarkan ijazah palsu.”Satu per satu akan saya lacak semuanya. Kalau proses pembelajarannya yang tidak benar, kami akan tertibkan. Namun, kalau ada kecurangan seperti mengeluarkan ijazah palsu, ya saya tutup,” kata Nasir.

Lebih lanjut, Nasir mengatakan bahwa tidak berarti 243 perguruan tinggi nonaktif tersebut merupakan kampus abal-abal. Pasalnya, ada beberapa kampus yang dinyatakan nonaktif lantaran tidak memenuhi rasio ideal antara dosen dan mahasiswa. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menyatakan ada 243 perguruan tinggi nonaktif yang tersebar di berbagai daerah Indonesia. Ia mengklaim pihaknya akan terus melacak ratusan perguruan tinggi tersebut untuk memastikan tidak ada yang mengeluarkan ijazah palsu.

“Satu per satu akan saya lacak semuanya. Kalau proses pembelajarannya yang tidak benar, kami akan tertibkan. Namun, kalau ada kecurangan seperti mengeluarkan ijazah palsu, ya saya tutup,” kata Nasir saat ditemui di kantornya, Jakarta, kemarin. Lebih lanjut, Nasir mengatakan bahwa tidak berarti 243 perguruan tinggi nonaktif tersebut merupakan kampus abal-abal. Pasalnya, ada beberapa kampus yang dinyatakan nonaktif lantaran tidak memenuhi rasio ideal antara dosen dan mahasiswa.

Adapun data perguruan tinggi nonaktif terbuka untuk umum dan dapat diakses di forlap dot dikti dot go dot id. Data ini secara otomatis menyortir perguruan tinggi yang aktif dan nonaktif berdasarkan laporan yang dimasukkan oleh pihak perguruan tinggi. Oleh karena itu, data tersebut sangat dinamis dan bergantung pada laporan dari perguruan tinggi. Sayangnya, tidak semua perguruan tinggi aktif memberikan laporan tersebut.

“Ada empat perguruan tinggi yang sudah resmi ditutup. Yang lainnya, masih ditindaklanjuti. Seperti kemarin, wisuda palsu di Tangerang. Yang sudah ditutup itu ada di Medan (1), Jakarta (1), Jawa Barat (1), dan Bali (1),” kata Nasir. Eks rektor Universitas Diponegoro Semarang ini mengatakan timnya di Surabaya baru saja menemukan satu pelanggaran akademik. Tim lainnya di Sulawesi juga telah menemukan pelanggaran akademik. “Kami akan dalami lagi. Kalau memang ada pelanggaran akademik, akan saya tertibkan,” katanya.

Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Naim mengimbau agar mahasiswa yang sekarang menempuh pendidikan di perguruan tinggi nonaktif tidak perlu cemas. Ia berjanji akan mencarikan solusi bagi para mahasiswa tersebut. “Kami akan desak perguruan tinggi agar memberikan layanan yang sesuai standar. Namun, bila terpaksa perguruan tinggi itu kami tutup, maka kami akan usahakan untuk relokasi mahasiswa itu ke perguruan tinggi lain,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan pihak kementerian akan memberikan waktu bagi perguruan tinggi nonaktif tersebut untuk memperbaiki dirinya. Waktu yang diberikan kepada tiap-tiap kampus pun berbeda-beda. “Ada yang tiga bulan, ada yang setahun, tergantung kemampuan perguruan tinggi. Kalau masalahnya adalah kekurangan jumlah dosen, tentu berat karena kita tahu mencari dosen tidaklah mudah,” katanya.

Yang jelas, kata Ainun, perguruan tinggi yang masuk kategori nonaktif tidak boleh menerima mahasiswa baru. “Semua data ada di situs kami. Kami harap mahasiswa baru bisa hati-hati memilih perguruan tinggi,” katanya. Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) telah menetapkan seorang tersangka kasus dugaan pemalsuan ijazah berlabel University of Berkley Michigan America.

Kepala Subdirektorat IV Tindak Pidana Umum Komisaris Besar Rudi Setiawan, Jumat (2/10), mengatakan tersangka adalah pengelola universitas yang berinisial LK. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dua hari yang lalu. LK disangka menyelenggarakan pendidikan tanpa izin, menerbitkan ijazah tanpa hak dan memalsukan Surat Keterangan Menteri soal keseteraan ijazah luar negeri, serta transkrip nilai dan ijazah itu sendiri. Lembaga pendidikan tinggi yang kelola LK hanya mempunyai izin menggelar kursus manajemen. Sementara kegiatan perkuliahannya dilakukan secara ilegal.

LK diduga berhasil meyakinkan masyarakat untuk mendaftar dengan membuat universitas itu seolah legal dan berkekuatan hokum. “Modusnya melalui internet dan brosur ke pemerintah dan swasta kemudian mengadakan perkuliahan jarak jauh. Sesekali mengadakan pertemuan pada hari libur Sabtu dan Minggu,” kata Rudi di Markas Besar Polri, Jakarta.Dosen-dosen yang menjadi staf pengajar di sana, kata Rudi, adalah alumni universitas itu sendiri. “Kami akan panggil tersangkanya 6 Oktober nanti,” kata Rudi.

Polisi menyita sejumlah dokumen berupa ijazah berlabel Berkley, transkrip nilai, dan SK penilaian ijazah sebagai barang bukti. Universitas yang diduga bodong ini kata Rudi mempunyai tiga orang mahasiswa dan 40 alumni. Polisi masih mendalami status mahasiswa dan alumni itu sehingga belum bisa menyimpulkan apakah ada pejabat negara yang pernah berkuliah di sana. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui para mahasiswa diwajibkan membayar biaya puluhan juta untuk mendaftar. “Rp60 – 70 juta tergantung di mana mau wisuda dan seberapa mewah,” kata Rudi.

Universitas ini baru dibuka pada 2004 lalu dengan izin membuka kursus di Jakarta. Sebelumnya, lembaga yang sama lebih dulu dibuka di beberapa daerah seperti Riau dan Pekanbaru pada 1999. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Agus Rianto mengatakan pengusutan kasus ini berawal dari laporan Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi. “Pelapor adalah Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan,” ujarnya.

Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan nama univeesitas bodong itu tidak asing lagi sebagai pembuat ijazah palsu.Ia mengaku pernah memasukkan nama lembaga ini dalam daftar perguruan tinggi (PT) tidak berizin yang mengeluarkan ijazah palsu. Bahkan pihaknya pada 2005 telah mempublikasikan daftar ini di koran agar masyarakat luas mengetahuinya. “University of Berkley Michigan America masuk juga dalam daftar tersebut. Kalau ditotal ada sekitar 20 PT dalam daftar pembuat ijazah palsu yang kami umumkan,” kata Satryo.

Satryo mengatakan telah menyebarkan surat pemberitahuan kepada seluruh kementerian dan pejabat negara perihal daftar PT pembuat ijazah palsu tersebut. Pria yang meraih gelar doktor di University of California, Berkeley ini mengaku tidak ambil pusing dengan adanya nama PT yang sekilas mirip dengan almamaternya. “Biarkan saja. Yang palsu juga nanti akan ketahuan. Buat saya dampaknya untuk alumni tidak signifikan,” katanya.