Monthly Archives: February 2014

Rektor Universitas Kristen Maranatha Felix Kasim Diduga Melakukan Plagiat

Rektor Universitas Kristen Maranatha Bandung, Felix Kasim, diduga melakukan plagiat. Felix disebut mengutip karya beberapa mahasiswanya. Bahkan diduga karena aksi plagiat itu, para dosen Maranatha dan jajaran lainnya diberi sanksi tidak mendapat kenaikan jabatan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).

Dugaan plagiat tersebut dibenarkan oleh sejumlah pihak, dan beberapa mahasiswa juga sudah mengetahui hal tersebut. Polan, salah seorang sumber, yang tidak ingin disebut namanya, mengakui bahwa Felix telah melakukan plagiat.
Menurut ‘orang dalam’ Universitas Maranatha ini, ada beberapa karya mahasiswa yang dikutip oleh Felix, namun yang paling diketahuinya adalah skripsi karya Andini Dwikenia Anjani tahun 2008 lalu yang berjudul Studi Kasus Program Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis di Kota Banjar. Karya skripsi sarjana kedokteran itu, oleh Felix dikutip untuk dijadikan makalah pada sebuah acara simposium di Yogyakarta, Mei 2011 lalu.

“Silakan dibuka di http://www.garuda.dikti.go.id dan searching nama Felix Kasim dan nama Andini Dwikenia Anjani. Pada website milik Dikti tersebut jelas sekali karya Andini dikutip sepenuhnya oleh Felix, tapi karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,” kata Polan, baru-baru ini.

Hasil penelusuran Tribun Jabar, saat website http://www.garuda.dikti.go.id dibuka, muncul kalimat pembuka Garuda (Garba Rujukan Digital) adalah portal penemuan referensi ilmiah dan umum karya bangsa Indonesia, yang memungkinkan akses e-journal dan e-book domestik, tugas akhir mahasiswa, laporan penelitian, serta karya umum. Portal ini dikembangkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Dikti Kemdiknas RI.

Saat di-searching nama Andini Dwikenia Anjani, maka muncul di nomor urut 1 Studi Kasus Program Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis Di Kota Banjar. Anjani, Andini Dwikenia (0410064) Universitas Kristen Maranatha. Jika diklik lebih lanjut, akan muncul link http://repository.maranatha.edu/1754/. Di laman itu muncul abstrak dan lembaran-lembaran karya Andini yang dikerjakannya untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran tahun 2008 lalu.

Di sisi lain, di website http://www.garuda.dikti.go.id juga ditelusuri nama Felix Kasim. Ada banyak hasil penelusuran nama ini. Namun di nomor urut 20 ‘A Case Study of Free Basic Health Services in Banjar City West Java’. Karya Kasim, Felix, Universitas Kristen Maranatha. Jika diklik sumbernya, maka akan dihubungkan ke link http://repository.maranatha.edu/1175/.

Dalam laman tersebut tertulis, A Case Study of Free Basic Health Services in Banjar City West Java. Kasim, Felix (2011) A Case Study of Free Basic Health Services in Banjar City West Java. In: The Fifth Postgraduate Forum on Health Systems and Policy “The Growth of Private Hospitals and Its Impact and Equity; Good or Bad”, May 18-20, 2011, Yogyakarta.

Jika dibuka lebih lanjut, abstrak dan isi dalam makalah berbahasa Inggris itu ternyata hasil terjemahan skripsi Andini Dwikenia Anjani, namun tanpa mencantumkan nama Andini. Dan memang, Felix adalah pembimbing Andini dalam menyelesaikan skripsi kedokteran tersebut. Menurut Polan, mahasiswa yang karyanya dijiplak tersebut sudah lulus dan tidak berada di Bandung. Namun mahasiswa ini sudah tahu kalau karyanya diplagiat.

“Yah mereka tahu, tapi mereka juga mungkin tidak tahu harus berbuat apa,” katanya.

Rektor Universitas Kristen Maranatha Bandung, Felix Kasim, diduga melakukan plagiat. Felix disebut mengutip karya beberapa mahasiswanya. Bahkan diduga karena aksi plagiat itu, para dosen Maranatha dan jajaran lainnya diberi sanksi tidak mendapat kenaikan jabatan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).

Adanya dugaan plagiat tersebut dibenarkan oleh sejumlah pihak, dan beberapa mahasiswa juga sudah mengetahui hal tersebut. Polan, salah seorang sumber, yang tidak ingin disebut namanya, mengakui bahwa Felix telah melakukan plagiat.
Menurut ‘orang dalam’ Universitas Maranatha ini, ada beberapa karya mahasiswa yang dikutip oleh Felix, namun yang paling diketahuinya adalah skripsi karya Andini Dwikenia Anjani tahun 2008 lalu yang berjudul ‘Studi Kasus Program Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis di Kota Banjar’. Karya skripsi sarjana kedokteran itu, oleh Felix dikutip untuk dijadikan makalah pada sebuah acara simposium di Yogyakarta, Mei 2011 lalu.

“Silakan dibuka di http://www.garuda.dikti.go.id dan searching nama Felix Kasim dan nama Andini Dwikenia Anjani. Pada website milik Dikti tersebut jelas sekali karya Andini dikutip sepenuhnya oleh Felix, tapi karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,” kata Polan kepada Tribun, baru-baru ini.

Menurut Polan, Felix mengubah judul skripsi menjadi ‘A Case Study Free Basic Health Services in Banjar City West Java’. Namun dalam karya yang dipublikasikan diprosiding pada acara simposium di Yogyakarta, 18-20 Mei 2011 itu tanpa menyebutkan nama Andini sebagai sumber makalah. “Padahal sudah jelas diatur, bila mengutip karya seseorang harus dicantumkan, itu kutipan siapa, diambil dari mana. Harus itu,” katanya.

Menurut dia, munculnya masalah plagiat ini berawal ketika beberapa dosen universitas yang terletak di Jl Suryasumantri itu menanyakan tentang informasi bahwa para dosen dan staf di sana mengalamai penundaan kenaikan jabatan. Setelah ditelusuri ternyata, penundaan kenaikan jabatan itu karena diduga Felix telah melakukan plagiat terhadap sejumlah karya mahasiswanya. Menurutnya, dosen dan staf di kampus tersebut merasa resah atas kejadian tersebut karena merasa dirugikan.

Dikatakannya, masalah ini juga sudah sempat dibahas oleh senat universitas dan yayasan, beberapa waktu lalu. Namun hingga kemarin, kata dia, belum ada sanksi tegas dari pihak yayasan. “Sudah seharusnya sanksi tersebut ditegakkan karena plagiat bukan saja merugikan mahasiswa, tapi juga institusi. Yayasan yang bisa memberikan sanksi tegas. Kalau dibiarkan, akan mangganggu citra Maranatha sendiri. Bahkan sudah ramai di kaskus terkait hal ini,” katanya.

Terkait tudingan melakukan plagiat, Rektor Universitas Kristen Maranatha, Felix Kasim tidak membantah dan tidak pula mengiyakan ketika dikonfirmasi tentang dugaan plagiat yang dilakukannya terhadap skripsi karya mahasiswa Fakultas Kedokteran UKM. Felix belum bisa menanggapai karena harus mengetahui secara detail dugaan plagiat tersebut.

“Saya harus tahu detail, kenapa ada indikasi seperti itu. Saya tidak bisa menanggapi kalau tidak tahu persis duduk persoalannya,” kata Felix melalui hubungan telepon, Rabu (29/1/2014) sore lalu. Felix juga juga mengaku, sedang kurang sehat sehingga belum bisa berbicara banyak terkait hal tersebut. Kendati masalah ini sudah ramai dibicarakan kalangan dosen, staf, dan mahasiwa, pihak- pihak berwenang di universitas dan yayasan terkesan tidak ingin memberi penjelasan berkaitan dengan masalah ini.

Selama beberapa hari pada akhir Januari lalu, wartawan Tribun Jabar menemui pihak-pihak berwenang di kampus yang berada di Jl Suryasumantri itu, namun belum mendapat jawaban memadai. Hubungan telepon dan kiriman pesan singkat (SMS) yang disampaikan ke pihak yayasan dan humas tidak mendapat tanggapan. Saat ditemui pada satu kesempatan, staf humas menyebutkan, pihak UK Maranatha belum bisa memberikan keterangan terkait hal tersebut.

Sapardi Djoko Damono : Sastra Adalah Kata Yang Bisa Meloncat

Sastrawan dan budayawan Sapardi Djoko Damono menyatakan sastra tidak hanya berupa tulisan, bunyi, gambar, tulisan dan gambar atau komik, maupun gabungan dari ketiganya, yakni film. Sastra bisa meloncat-loncat seenaknya sendiri di layar komputer. “Sastra memang selalu berkembang,” kata Sapardi di aula Profesor Mattulada FIB Universitas Hasanuddin (Unhas), Rabu, 26 Juni 2013.

Guru besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) ini membawakan kuliah umum bertajuk “My City My Literature”. Kuliah umum ini adalah salah satu rangkaian kegiatan Makassar International Writers Festival (MIWF) 2013.

Sapardi pun menjelaskan maksudnya mengenai sastra yang bisa meloncat-loncat tersebut. Menurut Sapardi, teknologi canggih turut memberikan peluang bagi perkembangan sastra. Internet, misalnya, diakui Sapardi, anak muda sekarang bisa menyalurkan kreativitasnya berupa karya sastra melalui media ini. Hasilnya, lahir karya-karya baru yang bermanfaat bagi masyarakat.

Sapardi mencontohkan novelis Fira Basuki. Buku Fira yang berjudul 140 Karakter merupakan kumpulan isi hatinya sendiri yang ia tulis di media sosial Twitter. Pada konteks lain, ada sebuah film yang lahir dari kumpulan lagu-lagu The Beatles. Inilah yang menjadi bukti dari kata ‘meloncat-loncat’ yang dimaksud Sarpadi. Sebuah buku bisa menjadi film, dan lainnya.

Adapun dongeng, yang juga salah satu karya sastra, dipertanyakan eksistensinya. Menurut Sapardi, dongeng atau cerita juga mesti berubah mengikuti perkembangan zaman. Sebab, cerita sastra yang tidak diubah akan ditinggalkan atau terkubur.

Sapardi menambahkan, tradisi adalah sebuah proses. Cara seseorang mempertahankan tradisi sastra adalah mengembangkan kreativitas. Bukan menjaganya tetap pada cerita awal diciptakan. Jika demikian, sama saja membunuh tradisi itu. “Yang tidak berubah-ubah itu yang mati saja, artinya masuk museum dan selesai,” ujar Sapardi. Ia mencontohkan kisah Srikandi. Mulanya, sosok Srikandi adalah lelaki, namun di Jawa ia dikenal sebagai perempuan perkasa.

Film animasi buatan Amerika Serikat, Shrek, adalah kisah yang diadaptasi dari sebuah buku dongeng. Begitu pula dengan film Twilight yang berkisah tentang vampire. Sejak dulu vampire sudah ada, namun pembuat film meramunya menjadi sesuatu yang baru.

Sapardi mengatakan orang bisa menulis karena rajin membaca. Ia berpesan agar generasi muda tidak hanya menulis, tetapi tekun membaca. “Orang bisa ngomong karena bisa mendengar,” kata dia.

Kegiatan ini juga dilengkapi dengan pembacaan puisi berjudul “Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi. Selain itu, ada Sinrilik, karya sastra lisan berupa monolog untuk menyampaikan petuah leluhur. Dilengkapi dengan kesok-kesok, alat musik seperti rebab Jawa, monolog disampaikan seperti bernyanyi. Menggunakan dua bahasa, yakni bahasa daerah Makassar dan bahasa Indonesia.

Seni dan Sastra Mengikuti Zaman dan Tidak Statis

Seni bukanlah sesuatu hal yang monoton. Hampir tiap tahun, tiap era, seni selalu berubah. Hal itu pula yang disadari oleh sastrawan dan budayawan Sapardi Djoko Damono. Dalam kuliah umum My City My Literature di Aula Profesor Mattulada, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas), Sapardi mengajak peserta untuk memikirkan ulang tentang sastra. Ia pun tidak memungkiri perubahan sastra yang mengikuti perkembangan zaman. “Sastra memang selalu berkembang,” kata Sapardi, Rabu, 26 Juni 2013.

Menurut Guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini, sastra tidak hanya berupa tulisan, bunyi, gambar, tulisan dan gambar atau komik, maupun gabungan dari ketiganya, yakni film. Sastra juga bisa ‘meloncat-loncat’ seenaknya sendiri di layar komputer. Maksudnya, era teknologi canggih telah ikut serta memberikan kontribusi pada perkembangan sastra. “Melalui internet, anak muda menyalurkan kreativitas sastranya, dan menghasilkan karya baru yang bermanfaat bagi masyarakat.”

Sapardi memberikan contoh novel 140 Karakter. Buku karya Fira Basuki itu merupakan kumpulan isi hati si penulis yang dituangkan melalui sosial media Twitter. Pada konteks lain, ada film yang lahir dari kumpulan lagu The Beatles. Semua itu bukti dari kata ‘meloncat-loncat’ yang dimaksud Sarpadi. Sebuah buku bisa menjadi film, dan lainnya.

Soal dongeng atau cerita rakyat, Sapardi berpendapat bila keduanya juga mesti berubah mengikuti perkembangan zaman. Sebab, cerita sastra yang tidak diubah akan ditinggalkan atau terkubur. Menurutnya, tradisi adalah sebuah proses, dan cara mempertahankan tradisi sastra adalah dengan mengembangkan kreativitas. “Bukan menjaganya tetap pada cerita awal diciptakannya,” kata Sapardi. “Yang tidak berubah-ubah itu akan mati, artinya masuk museum dan selesai.”

Sapardi melanjutkan, film animasi Shrek adalah kisah yang diadaptasi dari buku dongeng. Begitu pula dengan film Twilight yang mengisahkan vampir. Sejak dulu vampir sudah ada, namun pembuat film meramunya menjadi sesuatu yang baru. “Orang bisa menulis karena bisa membaca,” kata Sapardi. “Karena itu, generasi muda tidak hanya menulis tetapi harus tekun membaca.”

Kuliah umum My City My Literature merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian acara Makassar International Writers Festival 2013. Pagelaran yang diselenggarakan Rumata’ ini berlangsung sejak 25-29 Juni 2013. Dalam kuliah umum Sapardi, Rumata’ bekerja sama dengan mahasiswa Pascasarjana Sastra Unhas.

Majalah Panjebar Semangat Pecahkan Rekor MURI

Bertepatan dengan usianya yang ke-80, Majalah Panjebar Semangat memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia sebagai majalah berbahasa Jawa tertua di Indonesia.

Penghargaan itu diberikan oleh Senior Manager MURI Paulus Pangka di Rumah Makan Taman Sari, Surabaya, Senin malam, 2 September 2013. “Majalah ini konsisten menjaga kearifan lokal sejak 1933,” kata Paulus dalam sambutannya.

Peringatan 80 tahun Panjebar Semangat digelar secara sederhana. Sejumlah tokoh, penulis, dan penutur bahasa Jawa turut hadir. Sebagian besar para sesepuh yang mengikuti perjalanan Panjebar Semangat sejak awal, baik sebagai pembaca maupun penyumbang tulisan.

Sabtu Wage, 2 September 1933, Panjebar Semangat pertama kali diterbitkan oleh dr Soetomo yang juga pendiri organisasi Boedi Oetomo. Penerbitan pertama ini masih berbentuk tabloid serba-sederhana. Dr Soetomo, yang dibantu oleh wartawan Imam Soepardi, kala itu hanya bermodal nekat.

Majalah ini digunakan untuk mengobarkan semangat merebut kemerdekaan. Alih-alih memakai bahasa Indonesia yang baru dideklarasikan pada 1928, Panjebar Semangat justru eksis dengan bahasa Jawa hingga sekarang. Panjebar Semangat bahkan menjadi satu-satunya majalah yang dianugerahi rekor MURI sebagai majalah tertua.

Di tengah globalisasi, Panjebar Semangat tetap tampil dengan keasliannya. Menurut Paulus, bahasa merupakan cermin tingginya peradaban. Lagipula penyampaian pesan moral sering kali lebih mudah diterima bila menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah. “Bahasa lokal ini yang harus diajarkan dan tetap dipertahankan. Ini kekhasan kita,” ujarnya.

Bagi pemimpin redaksi sekaligus pemimpin perusahaan Panjebar Semangat, Arkandi Sari, penghargaan MURI tentu menjadi penambah semangat sekaligus cambuk untuk lebih teguh berkarya. “Kami berharap bahasa Jawa tidak akan hilang, makin dicintai dan tidak ditinggalkan,” ujarnya.

Amanat sang kakek Moch Ali (adik Imam Supardi) memotivasi dia untuk terus menjalankan usaha ini. “Amanah dari kakek, mati urip majalah ini harus dilanjutkan,” ujarnya.

Buku 33 Tokoh Sastra Mengandung Kebohongan

Puluhan seniman, akademisi, mahasiswa, guru, dan pecinta sastra yang tergabung dalam Aliansi Pecinta Sastra Malang meminta agar buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tidak diedarkan. Alasannya, buku tersebut tidak layak untuk dijadikan referensi sastra, karena tokoh yang dipilih tidak jelas kreterianya.

Sikap tersebut mereka ekspresikan lewat aksi membaca puisi bernada protes di depan patung Chairil Anwar di Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang, Jawa Timur. “Buku ini mengandung dusta dan penyelewengan sejarah,” kata koordinator Aliansi, Rif Faruq Ma’x Mandar Rantau, Jumat 31 Januari 2014.

Faruq menilai buku tersebut berpotensi menyesatkan pembaca dan sejarah sastra jika dijadikan rujukan di lembaga pendidikan. Aliansi menuntut 8 orang tim penyusun untuk menguji, misalnya benarkah tokoh Denny Januar Aly karya-karyanya sejajar dengan Chairil Anwar. Peran Denny di sini yang paling menonjol sebagai promotor penerbitan buku tersebut.

Faruq mengajak kepada masyarakat, pecinta sastra, penulis, kritikus dan akaemisi untuk bersama-sama menolak pembodohan ini. Menurutnya, dalam waktu dekat sebuah petisi bakal mereka kirim ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Isinya, meminta agar Kementerian menguji buku setebal 777 halaman itu.

Meski tak menampik bahwa banyak sastrawan berpengaruh yang dimuat dalam buku tersebut, namun Aliansi tetap menyayangkan masuknya Denny yang selama ini dikenal sebagai tukang survei elektabilitas tokoh politik. Meski aktif menulis puisi dan esai, tapi hal itu baru dilakukan Denny pada dua tahun terakhir ini.

Menurut Denny, buku ini haus dilihat secara positif karena menstimulasi sastra. Ini sebuah ikhtiar dan hasilnya boleh tidak sempurnya. Generasi selanjutnya silakan melanjutkannya,” kata dia sembari menambahkan, “Ini bukan kitab suci. Kritik buku harus dengan buku.”

Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh telah beredar sejak Juni 2013 di sejumlah toko buku. Tingkat lakunya masih kecil. Sebuah toko buku besar selama tujuh bulan hanya sanggup menjual tujuh buku yang harganya Rp 120 ribu ini. “Tidak banyak yang tertarik membeli,” kata bagian penjualan, Andre Septiadi.