Sebanyak 53.317 guru honorer murni di Provinsi Lampung hidup memprihatinkan. Gaji mereka jauh di bawah upah minimum regional, hanya Rp 100.000-Rp 300.000 per bulan. Selain itu, mereka kurang mendapat kesempatan belajar untuk dapat mengembangkan karier.
Guru honorer mendesak Pemerintah Provinsi dan DPRD Lampung memperjuangkan peningkatan kesejahteraan dan kesempatan belajar untuk meningkatkan mutu guru, serta kesetaraan kesempatan menjadi pegawai tetap seperti guru berstatus PNS. Hal serupa juga dituntut oleh guru honorer di Jawa Barat.
Ketua Persatuan Guru Honorer Murni (PGHM) Lampung Andi Warisno, Selasa (25/11), pada acara dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Lampung, mengatakan, guru honorer murni merupakan guru yang diangkat sekolah atau yayasan penyelenggara pendidikan. Rata-rata pendidikan mereka SMA atau SMK, sangat sedikit yang sarjana.
Rendahnya gaji menyebabkan guru honorer tidak bisa melanjutkan sekolah untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi.
Rahmat Tri Mulyo, guru honorer dari SMK Muhammadiyah Metro, mengungkapkan, ia mendapat gaji Rp 250.000 per bulan karena merangkap jabatan sebagai wakil kepala sekolah. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia harus nyambi pekerjaan lain.
Menurut Andi, pemerintah sudah berupaya membantu guru honorer. Namun, bantuan sebesar Rp 3 juta per guru per tahun hanya untuk 3.380 guru honorer di daerah terpencil. Artinya, bantuan hanya untuk sebagian kecil guru honorer.
PGHM Lampung mendesak agar peningkatan kesejahteraan guru dijadikan peraturan daerah.
Kepala Dinas Pendidikan Lampung Johnson Napitupulu mengatakan, Pemprov Lampung menaikkan jumlah penerima bantuan lewat APBD. Tahun 2009, guru honorer penerima bantuan menjadi 6.000 guru.
Menurut Napitupulu, Pemprov Lampung belum bisa membantu seluruh guru honorer akibat keterbatasan anggaran.
Anggota Komisi D DPRD Lampung, Tulus Purnomo, mengatakan, agar guru honorer bisa menjadi pegawai tetap, mereka bisa mengisi kekosongan guru tetap periode Inpres I yang tahun 2009-2010 akan pensiun.
Dalam peringatan Hari Guru Nasional di Bandung, Forum Guru Swasta Jabar menuntut perlakuan layak dari pemerintah. Jika tidak bisa mengangkat menjadi PNS, setidaknya ada jaminan kesejahteraan yang layak.
Berpegang pada Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Koordinator Forum Guru Swasta Jabar Dede Permana mengatakan, setiap guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
”Kenyataannya masih terjadi diskriminasi terhadap guru honorer. Guru negeri mendapat gaji pokok minimal Rp 2 juta dan tunjangan lain, sementara guru swasta masih ada yang bergaji Rp 50.000-Rp 150.000,” katanya.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) mengatakan, sudah saatnya pemerintah memerhatikan kesejahteraan guru swasta, khususnya honorer.
Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Surabaya Haris Supratno mengatakan, di Indonesia tercatat sekitar 2,7 juta guru. Namun, baru satu juta guru berpendidikan minimal sarjana. ”Sisanya belum menyelesaikan pendidikan sarjana. Bahkan, banyak yang hanya menyelesaikan pendidikan guru setara diploma satu,” katanya di Surabaya.
Akibatnya, mereka tidak bisa ikut sertifikasi guru sehingga tak bisa menikmati tunjangan profesi. Padahal, sebagian besar dari mereka sudah mengajar puluhan tahun